Text
Penerapan Klimatologi dalam Pertanian 4.0
Menghadapai revolusi industri 4.0, sektor pertanian sebagai andalan dalam memenuhi ketersediaan pangan bagi masyarakat harus mampu beradaptasi serta memanfaatkan teknologi digital berbasis internet. Teknologi digital berbasis internet di bidang pertanian hanyalah ”tool”. Tetapi apabila dikaitkan dengan kondisi saat ini, iklim mempunyai peranan penting dalam penerapanan pertanian 4.0. Bagaimana dengan peran klimatologi, sebagai ilmu yang mempelajari iklim dalam mendukung pertanian 4.0? Peran klimatologi dalam pertanian 4.0 ini sangat penting dan krusial, tidak hanya dalam informasi mengenai data cuaca secara online, real time dan up to date saja. Namun yang lebih penting adalah menjaga supaya hal-hal seperti gagal tanam, gagal panen, serta produktifitas pertanian menurun tidak terjadi lagi. Di Indonesia sendiri, perubahan iklim menimbulkan dampak disemua sektor salah satunya adalah pertanian sebagai sektor yang paling terdampak perubahan iklim ini.
Data Kementan tahun 2018 menyebutkan bahwa luas lahan yang terkena dampak dari gagal panen atau puso ini sebesar 20.269 hektar di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan penurunan produktivitas panen mencapai 20%. Dari survei yang dilakukan ke petani mengenai perubahan iklim ini, sebagian besar petani menyebutkan bahwa ketidakpastian iklim ini akibat salah mongso atau salah musim. Padahal ketidakpastian iklim akibat perubahan iklim adalah suatu yang bisa dipelajari secara ilmiah. Iklim merupakan siklus dan pergeseran-pergeseran musim maupun cuaca adalah hal yang biasa dan bisa dipelajari. Pergeseran musim tersebut memiliki siklus yang panjang antara 5-7 tahun. Sementara kondisi saat ini siklus tersebut semakin memendek menjadi 2-3 tahun akibat pemanasan global. Sehingga muncul pertanyaan, bagaimana cara membantu petani memecahkan permasalahan tersebut?
Pemasangan suatu alat atau sensor yang bisa memberikan informasi kondisi dilahan petani secara realtime dan akurat menjadi sangat penting untuk mengatasi persoalan ketidakakuratan informasi cuaca. Informasi-informasi mengenai cuaca seperti curah hujan, suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin harus secara riil dan akurat dari lahan. Tidak cukup hanya sensor cuaca saja, tetapi juga diperlukan sensor tanah untuk mengukur parameter pH, kondisi air dalam tanah, tingkat kesuburan tanah dan suhu tanah. Sensor yang dipasang tadi hanyalah “tool” untuk mendapatkan data kondisi riil dilahan dan sebagai bahan untuk analisa kedepan seperti apa, sehingga penting untuk membuat algoritma yang dapat menerjemahkan data-data yang didapat dari alat tersebut serta prediksi kedepan. Setelah berhasil menerjemahkan dan membuat prediksi kedepan, juga diperlukan suatu rekomendasi mengenai apa yang harus dilakukan oleh petani dengan kondisi yang terbaca dari sensor tersebut dengan machine learning dan kecerdasan buatan. Rekomendasi ini harus masuk ke smartphone petani dan memberikan informasi secara real ke petani.
Tidak hanya sensor dilahan, fitur-fitur dalam aplikasi yang mendukung pertanian cerdas ini juga diperlukan. Misalnya, chatbot dan voice command sebagai wahana komunikasi petani yang ingin bertanya tentang pertanian. Teknologi seperti ini sangat perlu untuk pertanian di Indonesia. Agriculture bisa jadi agri”cool”ture dan menarik minat anak muda untuk bertani. Potensi daerah pun bisa meningkat, karena anak muda di desa tidak berbondong-bondong ke kota. Klimatologi menjadi komponen utama dalam pertanian cerdas berbasis teknologi. Inilah peran utama klimatologi dalam penerapan Pertanian 4.0
Tidak tersedia versi lain